CINTA SEJATI

           
Cinta, Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah adalah, ''Sesuatu yang menggerakkan seorang pecinta untuk mencari yang dicintainya, dan kecintaannya akan sempurna manakala ia telah mendapatkannya. Maka, saat yang dicintainya disebutkan, serta merta hatinya akan tergerak, bangkitlah jiwanya, dan tergugah lahir batinnya meski sekadar disebut namanya. Sebaliknya, ketika yang tidak dicintainya disebutkan, sedikit pun tidak tergerak relung hatinya.''

Cinta identik dengan ketergantungan. Seseorang yang dilanda rasa cinta, maka ia tengah bergantung pada objek yang dicintainya. Cinta yang sejati adalah kecintaan yang bergantung pada objek yang kokoh, bersifat kekal dan abadi, dialah Allah Swt.

Ketika rasa cinta putus kepada-Nya, maka objek yang dicintai tidak ikut putus dan menghilang, tetapi tetap langgeng (baqa). '' ketika orang-orang yang diikuti berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan [ketika] segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.'' (QS Al-Baqarah: 166).

Cinta tidak mengenal batas objek yang dicintai. Mencintai kepada sesama mahluk-Nya bukanlah cinta terlarang. Namun, agar cinta itu menjadi sempurna haruslah alasan kecintaannya tersebut semata-mata karena Allah Swt, bukan yang lain.

Cinta karena Allah merupakan bias dari keimanan. Sabda Rasul Saw, sebagaimana hadis dari Anas bin Malik r.a, ''Dan ia mencintai seseorang tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah.''(HR Bukhari-Muslim).

Kini budaya mencintai begitu merajalela di negeri kita. Dengan dukungan media massa baik cetak maupun elektronik, cinta disosialisasikan dalam berbagai bentuk. Sayang, sebagian besar bergantung pada objek cinta yang semu, bersifat temporal, dan fana. Cinta harta, kekuasaan, jabatan, kewibawa, ketenaran, menjadi tren cinta masa kini.

Generasi muda menjadi sasaran yang paling utama. Eksplorasi rasa cinta mereka diumbar dengan memuja kaum selebriti sebagai objek cinta. Mereka bahkan dikultuskan menjadi panutan hidup.

Tatkala yang dicintainya disebutkan, serasa belum sempurna ekspresi cinta mereka bila belum diungkapkan lewat jeritan histeris, deraian air mata, jatuh pingsan, bahkan mengorbankan kehormatan. Walhasil, cinta yang seharusnya membentuk kepedulian sosial yang tinggi, malah melahirkan pada jiwa-jiwa pengusungnya sikap hedonis dan egoistis.

Dikutip dari
Republika online, Tulisan Danis Wijaksana

No comments:

Post a Comment